KACAMATA
ILMIAH DALAM PERMASALAHAN
KABUT
ASAP
Kabut asap yang melanda sumatera dan
kalimantan serta daerah lain Indonesia sudah menjadi seperti sinetron yang
bersambung dan berulang setiap tahunnya. Hampir saja disetiap musim kemarau,
berita kabut asap seolah menjadi berita rutin yang selalu menemani hari-hari
kita. Sayangnya setelah sekian lama selalu berulang, seolah-olah pandangan kita
selalu tertuju pada dampak yang dihasilkan dan bukannya faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan kabut asap tersebut.
Permasalahan kabut asap ini jika
kita lihat dari faktor penyebabnya
terdiri dari dua penyebab pokok yakni hukum dan ilmiah. Namun terkadang
permasalahan ilmiah dianggap menjadi sesuatu yang tidak menarik pada kalangan
masyarakat luas. Padahal jika kita ingin menyelesaikan permasalahan kabut asap
ini harus memandang dari sudut pandang ilmiah dan hukum sehingga mampu membuat
kebijakan yang mampu mengakomodir dari sisi ilmiah dan hukum.
Permasalahan kabut asap dari sisi
ilmiah mencakup faktor-faktor penyebab kabut asap, mekanisme proses terjadinya
kabut asap dan dampak lingkungan. Untuk membuka pikiran kita lebih jauh lagi
tentang permasalahan kabut asap dari sisi ilmiah, berikut akan ditampilkan
citra satelit dari konsentrasi karbon
monoksida (CO) pada tanggal 30 september.
Gambar
1. Citra satelit konsentrasi (CO) di pulau Sumatera
Sumber: www.
Terlihat dari gambar 1 bahwasannya konsentrasi gas CO
terdapat didaerah Sumatera selatan dan Riau. Jika kita telaah lagi, terlihat
bahwasannya pada daerah sumatera selatan konsentrasi gas CO tepat berasosiasi
dengan lahan gambut. Sebenarnya apa pengaruh lahan gambut terhadap kabut asap?
Berikut penjelasannya :
Faktor
penyebab berdasarkan jenis lahan :
Pada dasarnya penyebab adanya kabut asap adalah karena
kebakaran dan kebakaran merupakan efek dari jenis lahan yang nantinya akan
masuk kedalam material. Di dunia ini telah diketahui beberapa jenis lahan atau
tanah, salah satu dari jenis tanah tersebut adalah tanah gambut. Tanah gambut
adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang
setengah membusuk, oleh sebab itu kandungan bahan organik dalam sistem tanah
gambut sangat berlimpah.
Sejatinya lahan gambut merupakan tipe lahan yang basah,
artinya seharusnya lahan gambut merupakan lahan yang sangat susah sekali
terbakar karena mengandung banyak air (wet).
Lahan gambut seringkali berlokasi didaerah dekat pantai dan sepanjang aliran
sungai. Meskipun lahan gambut merupakan lahan yang sulit terbakar karena
merupakan lahan basah namun pihak-pihak tertentu selalu memiliki cara agar
lahan gambut menjadi kering yang nantinya memudahkan membakar untuk membuka
lahan perkebunan. Dalah hal ini
perkebunan yang seringkali mempergunakan lahan gambut sebagai lokasinya adalah
perkebunan kelapa sawit.
Proses pengeringan lahan gambut oleh pihak-pihak tertentu
ini masif sekali dilakukan untuk mengkonversi lahan gambut menjadi lahan
perkebunan. Proses pengeringan lahan gambut ini adalah dengan cara pembuatan
kanal, pembuatan kanal ini berfungsi untuk mengeluarkan air yang terkandung
dalam lapisan lahan gambut. Air yang keluar dari lapisan lahan gambut ini
menyebabkan lahan gambut menjadi kering, dengan ditambah dari faktor panas
matahari akan membuat lahan gambut menjadi sangat sangat kering. Lahan gambut yang
sangat kering ini hanya menyisakan sisa-sisa tumbuhan yang kering juga,
sehingga secara tidak langsung pengeringan lahan gambut ini berimplikasi
terhadap penyediaan material yang mudah terbakar dalam lahan gambut.
Gambar
2. Kanal untuk pengeringan lahan
Sumber
: http://www.mongabay.co.id/2015/01/16/mau-kelola-lahan-gambut-inilah-pesan-para-pakar-bagian-2/
Terlihat dari gambar 2 bahwasannya
kanal kanal didalam kawasan lahan gambut sengaja dibuat oleh pihak perusahaan
untuk membuat air didalam lapisan lahan gambut keluar yang nantinya
mengakibatkan lahan gambut menjadi kering dan mudah untuk dibakar.
Lahan gambut yang sudah kering ini adalah salah satu
lahan yang sangat peka terhadap panas, dalam artian jika kita membuat sumber
panas yang kecil saja akan mudah memicu terjadinya kebakaran yang sangat luas
dan susah untuk dihentikan. Dalam realitasnya , pelaku pembakaran biasanya
hanya membuang obat nyamuk dimalam hari, lalu keesokan harinya sejumlah lahan
gambut yang cukup luas telah terbakar rata. Ketika terjadi kebakaran pada lahan
gambut, setidaknya telah terjadi dua proses kebakaran yakni ground fire dan underground fire. Yang dimaksud dengan groun fire adalah kebakaran
lahan diatas permukaan tanah, sedangakan underground fire merupakan kebakaran
lahan yang terjadi tepat dipermukaan atau bahkan bawah permukaan dari lahan.
Pada proses undergroun fire inilah yang sangat sulit untuk dideteksi oleh citra
satelit dan juga susah untuk menanggulanginya. Kesulitan untuk mengatasi underground fire adalah ketika ternyata
lapisan lahan gambut sedalam 30 m namun proses pemadaman ternyata hanya
menjangkau sekitar 10 m dari atas permukaan. Hal inilah yang selalu membuat
sulit penanggulangan kebakaran pada daerah lahan kabut asap. Selain itu yang
membuat lahan gambut sangat sulit untuk ditangani adalah ketika lahan gambut
yang terbakar sudah mampu untuk dipadamkan, ternyata asap yang dihasilkan masih
mampu bertahan selama beberapa hari setelah api dipadamkan karena didaerah
lahan gambut tersebut masih menyimpan bara-bara atau sekam yang masih menyala
dan mampu mengahasilkan asap.
Gambar
3. Underground fire pada kedalaman 2-3 m pada lahan gambut
Faktor
penyebab iklim :
Sejatinya penyebab dari permasalah kabut asap ini juga
terdapat ssumbangsih dari iklim atau cuaca. Telah kita ketahui bahwasannya fenomena
terjadinya kabut asap seringkali pada saat musim kemarau, lebih paarah lagi
karena pada saat ini juga ada sumbangan dari bencana el nino.
‘’
El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan
meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra
Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan
timur (sekitar pantai Peru). Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang
saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya
penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya
penyimpangan iklim.
Dalam
kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia (pasifik equator
bagian barat) umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan
awan-awan hujan mudah terbentuk. Namun ketika fenomena el-nino terjadi, saat
suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat,
justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu (menyimpang
dari biasanya). Akibatnya, terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang
berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.’’
Diatas adalah
pengertian dari el nino menurut BMKG. Dapat kita simpulkan bahwasannya musibah
el nino tersebut sangat mempengaruhi pembentukan awan hujan yang berpotensi
mengurangi cadangan air dalam kawasan lahan gambut.
Gambar 4. Pencitraan El nino pada tahun 1997
Sumber
: http://www.kompasiana.com/elikristanti/dua-sisi-el-nino-bagi-indonesia_55c81f0982afbd9a05092a05
Terlihat dari citra elnino pada tahun 1997 di sebagian
besar wilayah dibumi bahwasannya warna biru pada citra menunjukkan suhu
permukaan air laut yang relatif lebih dingin dibandingkan yang berwarna merah.
Terlihat juga pada citra bahwasannya pada laut di sekitar wilayah Indonesia
memiliki warna biru yang mengindikasikan bahwasannya laut disekitar wilayah
Indonesia tengah mengalami penurunan suhu.
Pengaruh
angin terhadap persebaran kabut asap :
Selain faktor-faktor diatas ternyata ada faktor lain yang
ternyata mampu mempengaruhi persebaran kabut asap yakni angin muson. Angin
muson biasa juga disebut sebagai angin musim karena dalam analoginya jika di
Indonesia mengalami musim kemarau antara bulan april-oktober maka pada saat itu
Indonesia tengah mengalami angin muson timur dan begitu sebaliknya untuk musim
hujan yang terjadi disaat angin muson barat
Penyebab dari gerakan angin muson ini sangat mempengaruhi
dari kelakuan arah kecepatan kabut asap dalam menyebar. Jika kita telaah lagi
bahwasannya angin muson timur ketika melewati garis ekuator akan dibelokkan
kearah kanan atau menuju ke timur. Berikut citra satelit dari pergerakan angin
muson timur :
Gambar
4. Pergerakan angin muson timur
Terlihat dari gambar diatas bahwasannya pergerakan angin
pada angin muson timur ini cenderung relatif bergerak dari selatan ke utara
yang notabene angin yang bergerak dari selatan melewati gurun pasir di bagian
utara Australia dan itu menyebabkan awan yang terbentuk tidak terdapat banyak
uap air. Dari peta diatas juga sudah
menjawab pertanyaan kita mengapa daerah jawa khususnya yang berada di Banten
atau jakarta tidak terdampak melainkan justru lokasi yang jauh dari pusat
kebakaran terdampak seperti Malaysia, Thailand dan Brunei.
DAFTAR
PUSTAKA
Comments
Post a Comment